Dewasa ini banyak anak-anak yang mengikuti
pendidikan di Taman Kanak-Kanak. Pada hari-hari pertama masuk sekolah anak-anak
selalu menanyakan pada diri sendiri apa yang dapat diperbuat di sekolah,
pelajaran apa yang diinginkan dan sebagainya. Demikian juga bagi guru, apa yang
dapat diajarkan kepada anak-anak di bawah usia 6 tahun tersebut. Namun setelah
usianya lebih dari 6 tahun anak-anak dapat mengernbangkan diri sebab
kemampuannya meningkat, mereka dapat berpikir secara konseptual, memecahkan
masalah, mengingat, dan mempergunakan bahasa dengan baik.
Intelegensi mengandung unsur-unsur yang
sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelektual, yang menggambarkan
kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak. Berhubungan dengan masalah
kemampuan itu, para ahli psikologi telah mengembangkan berbagai alat ukur (tes
intelegensi) untuk menyatakan tingkat kemampuan berpikir dan intelegensi
seseorang. Salah satu tes intelegensi yang terekenal adalah tes yang
dikembangkan oleh Alfred Binet (1857-1911). Binet adalah ahli ilmu jiwa
(psycholog) Perancis, yang merintis mengembangkan tes intelegensi yang sedikit
umum. Tes Binet ini disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga tes tersebut
terkenal dengan sebutan Tes Binet Simon. Pada usia remaja, IQ dihitung dengan
cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal
(hitungan, kata-kata, gambar-gambar, dan semacamnya) dan menghitung banyaknya
pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar kemudian membandingkan dengan daftar
(yang dibuat berdasarkan penelitian terpercaya). Untuk anak-anak, cara
menghitung IQ adalah dengan menyuruh anak untuk melekukan pekerjaan tertentu
dan menjawab pertanyaan tertentu (misalnya menghitung sampai 10 atau 100,
menyebut nama-nama hari atau bulan, membuka piintu dan menutupnya kembali, dan
lain-lain).
Beberapa
definisi intelektual menurut para ahli, diantaranya :
1.
Intelektual merupakan suatu kumpulan
kemampuan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam
hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991).
2.
Pengertian intelektual menurut Cattel (dalam
Clark, 1983) adalah kombinasi sifat-sifat manusia yang terlihat dalam kemampuan
memahami hubungan yang lebih kompleks, semua proses berfikir abstrak,
menyesuaikan diri dalam pemecahan masalah dan kemampuan memperoleh kemampuan
baru.
3.
David Wechsler (dalam Saifuddin Azwar,
1996) mendefinisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan
seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional,
serta menghadapi lingkungan secara efektif.
Jadi,
intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi berfikir
abstrak, menalar, serta bertindak secara efisien dan efektif.
Hubungan antara
Intelektual dan Tingkah Laku
Kemampuan berpikir abstrak menunjukkan
perhatian seseorang pada kejadian dan peristiwa yang tidak konkrit, seperti
pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang
sebenarnya masih jauh di depannya, dan lain-lain. Bagi remaja, corak perilaku
pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda.
Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya. Mereka
dapat memikirkan prihal itu sendiri. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi
diri, yang sering mengalah ke penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui
orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau
merahasiakannya.
Pikiran
remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan
sikapkritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua
dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga
ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya,
sehingga tata cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering
terjadi adanya pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Egosentrisme menyebabkan kekakuan para remaja dalam berpikir dan bertingkah
laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak berhubungan dengan
pertumbuhan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, karena menyangka orang lain
berpikiran sama dan ikut tidak puas dengan penampilannya. Hal ini menimbulkan
perasaan seolah-olah selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi
gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang kaku.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh
egosentrisme sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berpikir
abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.
Karakteristik
Perkembangan Intelektual Remaja
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah
diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan
tersebut. Pada umumnya umur tiga sampai empat tahun pertama menunjukkan
perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan yang
teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk
bertambah. Pada awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada
pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir abstrak). Pada masa ini
remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin“ di samping hal
yang “nyata” (Gleitman, 1986). Berpikir operasional-formal memiliki dua sifat
yang penting, yaitu:
1. Sifat
deduktif – hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang
remaja akan mengawalinya dengan berpikir teoritik. Ia menganalisis masalah dan
mengajukan cara penyelesaian hipotesis. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu
menggunakan cara berpikir induktif di samping deduktif. Oleh sebab itu, sifat
berpikir ini sebenarnya mencakup deduktif – induktif – hipotesis.
2. Berpikir
operasional juga berpikir kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang
pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis. Anak berpikir
operasional formal terlebih dahulu secara teoritik membuat matrik mengenai
macam-macam kombinasi yang mungkin, kemudian secara sistematik mencoba mengisi
sel matriks tersebut secara empirik.
Aspek-aspek
Perkembangan Intelektual
Ada beberapa aspek dalam perekemabangan
intelektual pada usia kanak-kanak, yaitu:
1. Perkembangan
kognitif tahap operasi konkret Piaget
Menurut Piaget, anak usia antara 5.- 7
tahun telah memasuki tahap operasi konkret (concrete operations), yaitu pada
waktu anak dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu. Pada umumnya
mereka pada tahap ini berusia sampai kira-kira 11 tahun.
2. Berpikir
opernsional
Menurut Piaget pada tahap ketiga,
anak-anak mampn berpikir operasional. Mereka dapat menggunakan berbagai simbol,
melakukan berbagai bentuk operasional, yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai
kebalikan dari aktivitas jasmani yang merupakan dasar untuk mulai berpikir
dalam aktivitasnya. Walaupun anak-anak yang praoperasional dapat membuat
pernyataan mental tentang obyek dan kejadian-kejadian sekelipun tidak dapat
dalam seketika, cara belajar mereka masih terikat pada pengalaman fisik.
Anak-anak yang ada pada tahap operasional
konkret lebih baik daripada anak-anak yang praoperasioial dalam mengadakan
klasifikasi, bekerja dengan angka-angka. mengetahui konsep-konsep waktu dan
ruang, dan dapat membedakan antara kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.
Mereka sadar bahwa pada umumnya berbagai operasi fisik dapat diganti.
Peningkatan kemapanan mereka untuk mengeni terhadap orang lain dapat mendorong
untuk berkomunikasi lebih efektif dan dapat berpikir lebih fleksibel.
Akan tetapi anak-anak usia sekolah lebih
dapat berpikir secara logik daripada waktu mereka masih muda, cara berpikir
mereka’masih terikat pada kenyataan atau kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat
pada hal-hal yang sedang dihadapi saja. Menurut Piaget kordisi semacam ini
berlaku jampai pada tahap berbagai operasi formal, di mana biasanya sampai pada
tahap remaja, anak-anak mampu berpikir secara abstrak, tes hipotesis, dan
mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).
3. Konservasi
Konservasi adalah salah satu kemampuan
yang penting yang dapat mengembangkan berbagai operasi pada tahap konkret.
Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui
bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat atau volume
selama tidak ditambah atau dikurangi.
Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay
menunjukkan dua bola dari tanah liat. Dia setuju bahwa bola tersebut mem.ang
sama. Dia mengatakan bahwa substansi konservasi tersebut sekalipun bola yang
satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak berubah, artinya jumlah bola
tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga mengetahui bahwa berat
bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian pula apabila bola
tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama. Anak-anak
mengembangkan perbedaan berbagai tipe (bentuk) konservasi dalam waktu yang
berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi substansi pada
usia 9 atau 10 rr.ampu mengkonservasi berat; dan pada usia 11 atau 12
mengkonservasi volume.
Pada dasarnya ketiga jenis konservasi
tersebut adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang
mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe (bentuk) kepada bentuk
lain yang berbeda. Dalam luibungan ini kita dapat meliha; bahwa berbagai alasan
anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut
masih tetap terikat pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat
mengaplikasikan operasi dasar mental yang sama pada situasi yang berlainan.
Bagaimana konservasi dikembangkan
Pada umumnya anak-anak bergerak dengan
melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan di
atas. Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi. Mereka
memusatkan perhatian pada suatu aspek dalam situasi tertentu. Mereka belum
mengerti bahwa tempat penyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu.
Sebab anak-anak praoperasional tidak mengerti tentang konsep perubahan, mereka
tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa mereka dapat merubah sesuatu,
misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa merubah bentuknya.
Tahap kedua, merupakan transisional.
Anak-anak kembali pada kondisi bahwa kadang-kadang mengadakan konservasi namun
kadang-kadang tidak melakukannya. Mereka lebih banyak memperhatikan berbagai
hal dan tidak terpaku pada satu aspek saja dalam situasi tertentu, seperti
berat, lebar. panjang, dan tebal akan tetapi mereka gagal mengetahui
sebagaimana berbagai dimensi tersebut berhubungan satu sarna lain. Pada tahap
ketiga, anak-anak dapat mengkonservasi dan dapat memberikan alasan secara logis
atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-alasan tersebut mengacu pada
perubahan, identitas, atau kompensasi. Jadi anak-annk pada operasional konkret
menunjukkan suatu kualitas konitif lebih lanjut daripada anak-anak praoperasional.
Mereka dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai transformasi yang
hanya merupakan persepsi.
Piaget menekankan bahwa perkembangan
kemampuan anak-anak untuk mengkonservasi akan lebih baik apabila secara nalar
telah cukup matang. Piaget berpendapat bahwa konservasi hanya sedikit sekali
dapat dipengaruhi oleh pengalaman. Sekalipun demikian terdapat faktor-faktor
lain dari kematangan yang dapat mempengaruhi konservasi. Anak-anak yang belajar
konservasi sejak dini akan mampu mencapai tingkat yang lebih dalam hal: IQ,
kemampuan verbal dan tidak didominasi oleh ibunya.
Tahap-tahap
Perkembangan Intelektual (Kognitif)
Auguste Comte (1798-1857) dalam bukunya
"Cours De Philosophie Positive" menyebutkan bahwa ada tiga tahapan
dalam perkembangan intelektual yang masing-masing merupakan tahapan dari
perkembangan sebelumnya, antara lain:
1. Tahap teologis adalah
tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu
disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
2. Tahap metafisis pada
tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat
kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan
bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha
untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
3. Tahap positif adalah
tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah. Teori perkembangan Piaget
mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses
di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan iteraksi-interaksi mereka.
Menurut teori Piaget, setiap individu pada
saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa
mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan
kognitif itu adalah:
1. Tahap sensorimotor:
dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya
serta mempelajari permanensi obyek)
2. Tahap pra-operasional:
dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan motorik)
3. Tahap operasional
konkret: dari 7 hingga 11 tahun (anak mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian konkret)
4. Tahap operasional formal: setelah usia 11 tahun
(perkembangan penalaran abstrak).
2.6. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Intelektual
Dalam hubungannya dengan perkembangan
intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan bahwa adalah
suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan
IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Mappiare
(1982), hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek, antara lain
bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu
berpikir reflekstif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan
masalah, dan adanya perbedaan berpikir yang menimbulkan keberanian seseorang
dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, serta menunjang keberanian
anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Mengenai konstan tidaknya intelegensi dalam
waktu akhir-akhir ini masih merupakan diskusi yang terbuka. Dari hasil
penelitian dapat dikemukakan bahwa intelegensi itu sama sekali tidak sekonstan
yang diduga sebelumnya. Penelitian longitudinal selama 40 tahun dalam Institut
Fels menurut McCall, dkk (1973) menunjukkan adanya pertambahan rata-rata IQ
sebanyak 28 butir amtara usia 5 dan 17 tahun yang berarti kira-kira sama dengan
usia pendidikan di sekolah atau dipekerjaan. Selanjutnya ditemukan bahwa
perubahan-perubahan intra-individual dalam nilai IQ lebih merupakan hal yang
umum (biasa) daripada pengecualian.
1.
Peranan pengalaman dari sekolah terhadap
intelegensi
Dapat berupa pendidikan dan latihan yang
bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelektual
seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan
bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai, semua ini dapat
membentuk anak menjadi meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya, pada
gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak
dibanding anak seusianya.
Penelitian yang dilakukan oleh Wellman
(1945) berdasarkan 50 kasus studi, rata-rata tingkat IQ asal mereka adalah di
atas 110. Mereka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan
perbedaan kemajuan atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada
mereka yang tidak mengalami prasekolah.
2.
Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti lingkungan
terhadap perkembangan intelegensi cukup besar seperti telah dibuktikan berbagai
korelsi IQ yang juga menggambarkan bagaimana peranan belajar terhadap
perkembangan intelegensi.
3.
Kebebasan Psikologi
Kebebasan
psikologis perlu dikembangkan pada anak agar intelektualnya berkembang dengan
baik. Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan
takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir.
Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan persoalan. Hal ini
mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelektual.
Menurut
Ngalim Purwanto (1986) factor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan
intelektual antara lain :
1. Faktor Pembawaan (Genetik)
Banyak teori dan hasil penelitian
menyatakan bahwa kapasitas intelegensi dipengaruhi oleh gen orang tua. Namun,
yang cenderung mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan anak
tergantung factor gen mana (ayah atau ibu) yang dominant mempengaruhinya pada
saat terjadinya “konsepsi” individu.
Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan.
Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan.
4.
Faktor Gizi
Kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi / tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensi ialah pada fase prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia diatas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.
Kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi / tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensi ialah pada fase prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia diatas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.
5.
Faktor Kematangan
Piaget (seorang psikolog dari Swiss) membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu :
Piaget (seorang psikolog dari Swiss) membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu :
1. Tahap
sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya
melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi
obyek)
2. Tahap
pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan
motorik)
3. Tahap
operasional konkret: dari 7 hingga 11 tahun (anak mulai berpikir secara logis
tentang kejadian-kejadian konkret)
4. Tahap
operasional formal: setelah usia 11 tahun (perkembangan penalaran abstrak).
Hal
tersebut membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya
makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti factor kematangan mempengaruhi
struktur intelektual, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari
fungsi intelektual. Yaitu kemampuan menganalisis (memecahkan suatu permasalahan
yang rumit) dengan baik.
Andi
Mappiare (1982) mengemukakan tiga faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
intelegensi remaja, yaitu :
1. Bertambahnya informasiØ yang disimpan
(dalam otak) seseorang sehingga ia mampu
berfikir selektif
2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan
memecahkanØ
masalah sehingga seseorang dapat berfikir proporsional.
3. AdanyaØ kebebasan
berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis yang
radikal dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan
yang baru dan benar.
Kesimpulan
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh
ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikapkritis terhadap situasi dan orang
tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau
diharapkan. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam
menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhir
masa remaja, pengaruh egosentrisme sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja
sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan
orang lain.
Dalam hubungannya dengan perkembangan
intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan bahwa adalah
suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan
IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Mereka yang mengalami
prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan atau grained
dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami
prasekolah.
Created by :
N. Dea Naomi
Haryani (11)
Haryani (12)
Ibnu Darmawanto
Meta Tanjung
Sumber :
Anonym. 2008. Sosiologis. (Online),
(http://www.wikipedia.org, diakses 22 Februari 2012).
Anonym. 2008. Teori Piaget. Online
(http://teoripiaget.blogspot.com, diakses 22 Februari 2012).
Daruma, Razak. 2007. Perkembangan Peserta
Didik. Makassar: FIP UNM. Wandi. 2007. Perkembangan Intelektual dan Emosional
Anak. Online (http://www.google.com, diakses 22 Februari 2012).
Sunarto dan
Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.